Sisa Namamu di Ujung Doa
Aku pernah menunggu,
di antara pagi yang tak lagi membawa cahaya,
mencari bayangmu dalam setiap hembus udara—
namun yang datang hanya sunyi,
dan gema dari hatiku yang retak perlahan.
Kau pernah berjanji,
bukan dengan kata, tapi dengan tatapan yang membuatku percaya,
bahwa cinta bisa menyembuhkan.
Nyatanya, justru di sanalah luka bertumbuh,
diam-diam, seperti duri di bawah kulit waktu.
Aku menulis namamu di dalam doa,
bukan untuk memintamu kembali,
tapi agar aku bisa belajar melepaskan
tanpa membenci.
Kini, cinta tinggal serpih di dasar dada,
tak berwujud, tak bersuara
namun setiap malam, aku masih mendengarnya,
sayup, memanggil dari masa lalu
yang tak sempat berpamitan.
Dan aku tahu,
keputusasaan ini bukan tentang kehilanganmu,
tapi tentang kehilangan diriku
saat mencintaimu terlalu dalam.

Komentar
Posting Komentar