Bab 2: Pertemuan Tak Terduga
Lana memasuki ruang wawancara di universitas tempat ia akan meliput kisah mahasiswa internasional. Ruangan itu dipenuhi dengan poster-poster akademis dan suasana yang tenang, berbeda dari hiruk-pikuk pasar yang baru saja ia tinggalkan. Dia merasa sedikit cemas, tapi juga bersemangat untuk menyelami cerita-cerita baru. Dia menyiapkan alat rekam dan catatannya, siap untuk mulai berbicara dengan para mahasiswa.
Hari pertama peliputan berjalan lancar. Lana berbicara dengan berbagai mahasiswa dari berbagai negara, mendengarkan cerita tentang tantangan dan pencapaian mereka. Namun, di hari kedua, saat sedang menjadwalkan wawancara dengan mahasiswa dari Pakistan, Lana merasakan sedikit kegugupan yang tidak biasa. Ada sesuatu dalam agenda hari itu yang terasa berbeda.
Saat Lana memasuki ruang wawancara, dia disambut oleh seorang pria muda dengan tatapan tajam dan senyuman hangat. Pria ini adalah Affan, seorang mahasiswa semester akhir jurusan Perangkat Lunak Komputer di University of Punjab, Lahore. Affan adalah salah satu mahasiswa internasional yang paling menonjol di universitas ini, dikenal karena prestasi akademisnya dan sikap ramahnya terhadap semua orang.
Lana memperkenalkan dirinya dengan penuh semangat. “Halo, saya Lana. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk wawancara ini.”
Affan mengangguk, menunjukkan sikap yang ramah dan profesional. “Senang bertemu dengan Anda, Lana. Saya sudah mendengar banyak tentang proyek ini. Saya siap untuk berbagi cerita.”
Wawancara dimulai dengan lancar, dan Lana segera terkesan dengan cara Affan berbicara tentang pendidikan dan impian masa depannya. Dia menceritakan bagaimana ia berusaha sebaik mungkin untuk menyeimbangkan antara studi dan kehidupan pribadi di luar negeri. Namun, selama wawancara, Lana merasakan adanya keterhubungan yang tidak biasa. Setiap kali Affan tersenyum atau berbicara dengan semangat, Lana merasa seperti ada sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme.
Setelah wawancara selesai, Lana dan Affan duduk di sebuah kafe di kampus untuk berbicara lebih lanjut. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan mereka di negara asal masing-masing, dan Lana merasa nyaman dengan kehadiran Affan. Mereka berbincang tentang berbagai hal—dari hobi hingga mimpi masa depan. Affan tampak sangat tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang Lana dan apa yang membuatnya tertarik dalam jurnalisme.
Seiring waktu, perbincangan mereka semakin akrab. Affan tidak hanya menunjukkan minat dalam kehidupan Lana, tetapi juga memberi dorongan dan dukungan terhadap pekerjaan jurnalistiknya. Lana merasa seperti menemukan sahabat baru, seseorang yang memahami dan menghargai segala usaha yang dilakukannya. Keduanya mulai sering bertemu di luar sesi wawancara, membahas berbagai topik dan menikmati waktu bersama.
Hari demi hari, Lana merasakan adanya perasaan yang semakin dalam terhadap Affan. Ia merasa bahwa Affan adalah seseorang yang mampu membawa cahaya dalam kegelapan yang masih meliputinya. Affan, di sisi lain, tampak sangat tertarik pada Lana, menawarkan kata-kata dorongan dan perhatian yang membuat Lana merasa diperhatikan dan dihargai.
Namun, meskipun Lana merasa tertarik dan terhubung dengan Affan, ada satu hal yang membuatnya ragu. Affan sering kali berbicara tentang betapa sulitnya ia meninggalkan keluarganya di Lahore dan betapa pentingnya dukungan mereka dalam kehidupannya. Kadang-kadang, dia juga mengungkapkan rasa cemburu dan kekhawatiran yang tampak tidak biasa, meskipun Lana mencoba untuk mengabaikannya.
Lana memutuskan untuk melanjutkan hubungan ini dengan hati-hati, berusaha memahami Affan lebih dalam. Meskipun kehangatan dan perhatian Affan membuatnya merasa lebih baik, Lana tidak bisa sepenuhnya mengabaikan ketidakpastian yang ada di benaknya. Namun, dia memutuskan untuk memberikan kesempatan pada hubungan ini, berharap bahwa kehadiran Affan mungkin bisa menjadi langkah menuju pemulihan dan kebahagiaan baru dalam hidupnya.

Komentar
Posting Komentar